Ratieh Lianna Sari
Kamis, 18 Maret 2010
20 Ciri-ciri Orang Yang Inovatif
1. Challenges status quo; tidak merasa cepat puas dengan keadaan yang ada dan selalu mempertanyakan otoritas dan rutinitas serta mengkonfrontasikan asumsi-asumsi yang ada.
2. Curious; senantiasa mengeksplorasi lingkungannya dan menginvestigasi kemungkinan-kemungkinan baru, memiliki rasa kekaguman (sense of awe)
3. Self-motivated; tanggap terhadap kebutuhan dari dalam (inner needs) senantiasa secara proaktif memprakarsai proyek-proyek baru, menghargai setiap usaha.
4. Visionary; memiliki imaginasi yang tinggi dan memiliki pandangan yang jauh ke depan.
5. Entertains the fantastic; memunculkan ide-ide “gila”, memandang sesuatu yang tidak mungkin menjadi sebuah kemungkinan, memimpikan dan menghayalkan sesuatu yang besar-besar.
6. Takes risks; melampaui wilayah yang dianggap menyenangkan, berani mencoba dan menanggung kegagalan.
7. Peripatetic; merubah lingkungan kerja sesuai yang dibutuhkan, senang melakukan perjalanan (travelling) untuk memperoleh inspirasi atau pemikiran segar.
8. Playful/humorous; memliki ketertarikan terhadap hal-hal yang aneh dan mengagumkan, berani tampil beda, bertindak nekad, serta mudah dan sering tertawa layaknya seorang anak kecil.
9. Self-accepting; dapat mempertahankan ide-idenya dan menganggap “kesempurnaan sebagai musuh kebaikan”, tidak terikat dengan apa-apa yang diipandang baik menurut orang lain.
10. Flexible/adaptive –terbuka bagi setiap perubahan, mampu melakukan penyesuaian terhadap rencana-rencana yang telah dibuat, menyajikan berbagai solusi dan gagasan
11. Makes new connections; mampu melihat hubungan-hubungan diantara unsur-unsur yang terputus, mensintesakan dan mengkombinasikannya.
12. Reflective, menginkubasi setiap masalah dan tantangan, mencari dan merenungkan berbagai pertimbangan dalam mengambil keputusan.
13. Recognizes (and re-cognizes) patterns; perseptif terhadap sesuatu dan dapat membedakannnya, dapat melihat kecenderungan dan prinsip serta mampu mengorganisasikannnya, dapat melihat ”the Big Picture.”
14. Tolerates ambiguity, merasa nyaman dalam situasi kacau (chaos), dapat menyajikan situasi paradoks, tidak tergesa-gesa membenarkan terhadap suatu ide yang muncul.
15. Committed to learning; berusaha mencari pengetahuan secara terus menerus, mensintesakan segala in put, menyeimbangkan setiap informasi yang terkumpul dan menyelaraskan setiap tindakan.
16. Balances intuition and analysis memilih dan memilah diantara pemikiran divergen dan pemikiran konvergen, memiliki intuisi tertentu sebelum melakukan analisis, meyakini apa yang sudah dianalisis dan menggunakannya secara hati-hati dengan menggunakan akal.
17. Situationally collaborative; berusaha menyeimbangkan pemikiran dari setiap individu, membuka pelatihan dan mencari dukungan organisasi.
18. Formally articulate; mengkomunikasikan setiap gagasan secara efektif, menterjemahkan konsep abstrak ke dalam bahasa penuh arti, menciptakan prototype atau model yang dianggap paling mudah
19. Resilient; merefleksi hal-hal dianggap mengecewakan atau yang tidak dinginkan, belajar dengan cepat dari umpan balik, berkemauan untuk mencoba dan terus mencoba lagi
20. Persevering; bekerja keras dan tekun, memperjuangkan gagasan-gagasan baru dengan gigih, memiliki komitmen terhadap hasil-hasil yang telah digariskan.
Sumber: http://thinksmart.com/articles/qualities.html
Kamis, 04 Februari 2010
Disunting oleh : Ratieh Lianna Sari, ST
[sunting] Latar belakang BUDI UTOMO
Budi Utomo lahir dari pertemuan-pertemuan dan diskusi yang sering dilakukan di perpustakaan School tot Opleiding van Inlandsche Artsen oleh beberapa mahasiswa, antara lain Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Goembrek, Saleh, dan Soeleman. Mereka memikirkan nasib bangsa yang sangat buruk dan selalu dianggap bodoh dan tidak bermartabat oleh bangsa lain (Belanda), serta bagaimana cara memperbaiki keadaan yang amat buruk dan tidak adil itu.
Para pemuda mahasiswa itu juga menyadari bahwa orang-orang lain mendirikan perkumpulan hanya untuk golongan sendiri dan tidak mau mengajak, bahkan tidak menerima, orang Jawa sesama penduduk Pulau Jawa untuk menjadi anggota perkumpulan yang eksklusif, seperti Tiong Hoa Hwee Koan untuk orang Tionghoa dan Indische Bond untuk orang Indo-Belanda. Pemerintah Hindia Belanda jelas juga tidak bisa diharapkan mau menolong dan memperbaiki nasib rakyat kecil kaum pribumi, bahkan sebaliknya, merekalah yang selama ini menyengsarakan kaum pribumi dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang sangat merugikan rakyat kecil.
Pada awalnya, para pemuda itu berjuang untuk penduduk yang tinggal di Pulau Jawa dan Madura, yang untuk mudahnya disebut saja suku bangsa Jawa. Mereka mengakui bahwa mereka belum mengetahui nasib, aspirasi, dan keinginan suku-suku bangsa lain di luar Pulau Jawa, terutama Sumatera,
Sekalipun para pemuda itu merasa tidak tahu banyak tentang nasib, keadaan, sejarah, dan aspirasi suku-suku bangsa di luar Pulau Jawa dan Madura, mereka tahu bahwa saat itu orang Manado di Sulawesi mendapat gaji lebih banyak dan diperlakukan lebih baik daripada orang Jawa. Padahal, dari sisi pendidikan, keduanya berjenjang sama. Itulah sebabnya pemuda Soetomo dan kawan-kawan tidak mengajak pemuda-pemuda di luar Jawa untuk bekerja sama, hanya karena khawatir untuk ditolak.
[sunting] Budi Utomo
Pada hari Minggu, 20 Mei 1908, pada pukul sembilan pagi, bertempat di salah satu ruang belajar STOVIA, Soetomo menjelaskan gagasannya. Dia menyatakan bahwa hari depan bangsa dan Tanah Air ada di tangan mereka. Maka lahirlah Boedi Oetomo. Namun, para pemuda juga menyadari bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih banyak, di samping harus berorganisasi. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa "kaum tua"-lah yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan para pemuda sendiri akan menjadi motor yang akan menggerakkan organisasi itu.
Sepuluh tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin organisasi. Kebanyakan memang para pemimpin berasal kalangan "priayi" atau para bangsawan dari kalangan keraton, seperti Raden Adipati Tirtokoesoemo, bekas Bupati Karanganyar (presiden pertama Budi Utomo), dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dari Keraton Pakualaman.
[sunting] Perkembangan
Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat itu, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata "politik" ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah pengertian mengenai "tanah air
Pada masa itu pula muncul Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang
Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna nasionalisme makin dimengerti oleh kalangan luas.
Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara) untuk menulis sebuah artikel "Als ik Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.
Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa,
Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota.
Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera tampak bahwa dalam perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam, nasionalisme "
PERANG PADRI
Pengetahuan Selamanya Bebas Iklan Selamanya Wikipedia Selamanya Menyumbang [Sembunyikan <#>] [Tampilkan <#>] Wikipedia Selamanya Kita telah membuat koleksi terbesar pengetahuan bersama dalam sejarah. Kini bantulah kami melindungi kekayaan itu. [Tampilkan <#>] Wikipedia Selamanya Kita telah membuat koleksi terbesar pengetahuan bersama dalam sejarah. Kini bantulah kami melindungi kekayaan itu. Perang Padri Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi <#column-one>, cari <#searchInput> *Perang Paderi* meletus di Minangkabau antara sejak tahun 1821 hingga 1837 . Kaum Paderi dipimpin Tuanku Imam Bonjol melawan penjajah Hindia Belanda . Gerakan Paderi menentang perbuatan-perbuatan yang marak waktu itu di masyarakat Minang, seperti perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat (opium ), minuman keras, tembakau , sirih , juga aspek hukum adat /matriarkat/ mengenai warisan dan umumnya pelaksanaan longgar kewajiban ritual formal agama Islam. Perang ini dipicu oleh perpecahan antara kaum Paderi pimpinan Datuk Bandaro dan Kaum Adat pimpinan Datuk Sati. Pihak Belanda kemudian membantu kaum adat menindas kaum Padri. Datuk Bandaro kemudian diganti Tuanku Imam Bonjol. Perang melawan Belanda baru berhenti tahun 1838 setelah seluruh bumi Minang ditawan oleh Belanda dan setahun sebelumnya, 1837 , Imam Bonjol ditangkap. Meskipun secara resmi Perang Paderi berakhir pada tahun kejatuhan benteng Bonjol, tetapi benteng terakhir Paderi, Dalu-Dalu , di bawah pimpinan Tuanku Tambusai, barulah jatuh pada tahun 1838. Alam Minangkabau menjadi bagian dari pax neerlandica. Tetapi pada tahun 1842 , pemberontakan Regent Batipuh meletus. Daftar isi [sembunyikan ] * 1 Pasukan <#Pasukan> * 2 Perang 1833 <#Perang_1833> * 3 Perundingan <#Perundingan> * 4 Sentot <#Sentot> * 5 Pranala luar <#Pranala_luar> [sunting ] Pasukan Belanda menyerang benteng kaum Paderi di Bonjol dengan tentara yang dipimpin oleh jenderal dan para perwira Belanda, tetapi yang sebagian besar terdiri dari berbagai suku, seperti Jawa , Madura , Bugis , dan Ambon . Dalam daftar nama para perwira pasukan Belanda adalah Letnan Kolonel Bauer, Kapten MacLean, Letnan Satu Van der Tak, dan seterusnya, tetapi juga nama /Inlandsche/ (pribumi ) seperti Kapitein Noto Prawiro, Indlandsche Luitenant Prawiro di Logo, Karto Wongso Wiro Redjo, Prawiro Sentiko, Prawiro Brotto, dan Merto Poero. Terdapat 148 perwira Eropa, 36 perwira pribumi, 1.103 tentara Eropa, 4.130 tentara pribumi, /Sumenapsche hulptroepen hieronder begrepen/ (pasukan pembantu Sumenap alias Madura). Ketika dimulai serangan terhadap benteng Bonjol, orang-orang Bugis berada di bagian depan menyerang pertahanan Paderi. Dari Batavia didatangkan terus tambahan kekuatan tentara Belanda. Tanggal 20 Juli 1837 tiba dengan Kapal Perle di Padang , Kapitein Sinninghe, sejumlah orang Eropa dan Afrika, 1 /sergeant/, 4 /korporaals/ dan 112 /flankeurs/. Yang belakangan ini menunjuk kepada serdadu Afrika yang direkrut oleh Belanda di benua itu, kini negara
Indonesia dan VOC (Verenigde Oostindische Compagnie) oleh : Abdul Irsan*
Pada abad ke-16 Portugis dan Spanyol menguasai pelayaran ke Asia serta menguasai perdagangan rempah-rempah antara
Atas inisiatif Staten-Generaal (semacam Dewan Rakyat) pada tanggal 20 Maret 1602 didirikan perusahaan dagang VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) di Amsterdam, yang kemudian berkembang di berbagai kota lainnya.
Sebelum terbentuknya VOC, ekspedisi Belanda pertama ke
VOC merupakan perusahaan multinasional yang pertama di dunia yang tersebar di banyak negara, dan dalam melaksanakan kegiatan perdagangannya tidak segan-segan melakukan tindakan-tindakan yang tidak beradab, termasuk pembunuhan terhadap penduduk dan memperlakukan penduduk asli sebagai budak tanpa rasa perikemanusiaan khususnya di
Persaingan antara Belanda dan Portugis dalam perdagangan rempah-rempah di kepulauan Maluku berakhir ketika Belanda berhasil membangun permukiman tetap dengan mengusir
Bagi Belanda VOC merupakan kenyataan sejarah yang membanggakan karena memberi nilai tambah yang tidak kecil kepada rakyat Belanda, dan karena alasan itu Kementerian Pendidikan Belanda memprakarsai peringatan dan perayaan 400 tahun VOC secara nasional yang pelaksanaannya dilakukan oleh swasta di seluruh negeri. VOC juga dianggap telah membawa kemakmuran serta kekayaan kultur bagi negara Belanda, bahkan dianggap membawa cakrawala baru karena berhasil “menguasai” kawasan-kawasan dunia baru. VOC dinilai berhasil mendorong berbagai perkembangan kemasyarakatan, dan dengan mengarungi lautan telah memperkaya bangsa Belanda belajar tentang bangsa-bangsa lain. Untuk itu generasi muda Belanda harus mengetahui tentang apa arti dan bagaimana perwujudan VOC sebagai bagian dari karya nyata dan kejayaan bangsa Belanda di masa lalu. Peringatan dan perayaan 400 tahun VOC akan dilakukan di 6
Pandangan terhadap peran VOC di Indonesia
Dr Gerrit Knaap dari KITLV (Belanda), dalam tulisannya berjudul “Dutch Perception of Indonesian History, Anno 2001” dalam sarasehan mengenai sejarah hubungan Indonesia-Belanda di KBRI Den Haag pada bulan Agustus 2001, a.l. mengatakan “Personally, I fully agree to the fact that the VOC in Indonesia was nothing more and nothing less than a colonial state. This was already imminent in the charter by which the VOC was founded in 1602, where it was stipulated by the government that this company not only should be the exclusive Dutch Organization to trade in the area between Cape of Good Hope and Cape Hoorn, but that also possessed the right to wage war, make peace and built fortress in that area. War, peace and fortress are attributes of a state, not of a trader.” Selanjutnya Dr Knaap menambahkan dalam tulisan yang sama bahwa … “the VOC as such is an organization with two faces, that of the merchant and that of the statesman”. Bahkan dia mengkhawatirkan tentang adanya sikap orang-orang di Belanda bahwa seolah-olah VOC hanya melaksanakan perdagangan saja di
Dr Anhar Gonggong sejarawan
Sementara ilmuwan Belanda maupun Indonesia cukup banyak yang memiliki kesimpulan sama tentang peran VOC di Indonesia pada abad ke 16 dan 17 yaitu tidak terlepas dari politik kolonialisme Belanda, namun di pihak lain sampai sekarang masih cukup banyak pihak-pihak di Belanda yang beranggapan bahwa kolonialisme Belanda di Indonesia memiliki misi khusus, yang mereka sebutkan sebagai “misi suci” a.l. untuk :
1. men-civilized-kan orang-orang
2. memberi kemakmuran kepada orang-orang
3. mempersatukan orang-orang
4. memberi pendidikan dan kemajuan rakyat
5. kedatangan VOC ke
Sikap pandang bangsa Indonesia terhadap peringatan 400 tahun VOC
Masalah peringatan maupun perayaan 400 tahun VOC merupakan urusan orang Belanda sendiri dan merupakan haknya untuk memperingatinya dan tidak ada hubungannya dengan kepentingan langsung bangsa Indonesia. Belanda sendiri yang mengakui bahwa peringatan itu mengandung kepekaan politik bagi
Bangsa
Salah satu keberhasilan dan kesuksesan VOC menguasai seluruh wilayah
Dengan dalih mengapa kita harus menghilangkan kesempatan menikmati bantuan, masih ada orang-orang di Indonesia yang berpendapat bahwa menolak untuk ikut memperingati 400 tahun VOC sebagai tingkah “pahlawan kesiangan” karena persoalan VOC sudah merupakan persoalan masa lalu. Masa lalu memang tidak perlu diungkit kembali apalagi kalau diikuti dengan pembalasan dendam, tetapi penglihatan terhadap masa lalu hendaknya juga tidak menghilangkan perasaan pengorbanan dan penderitaan rakyat terhadap kekuasaan asing yang lalim, seperti perasaan bangsa Belanda terhadap penjajahan Jerman.
Keinginan dan maksud Belanda untuk membangun kembali monumen kehadirannya di Indonesia pada masa-masa lalu tentunya perlu kita sambut, tetapi hendaknya pembangunan tidak dikaitkan dengan peringatan 400 tahun VOC. Keinginan membangun monumen Belanda itupun perwujudannya harus pula berimbang, karena bukan hanya kemegahan gedung secara fisik saja yang harus diperhatikan tetapi juga tempat-tempat dimana pihak Belanda pernah menyiksa bangsa Indonesia perlu dipertontonkan. Hal ini perlu diketahui oleh generasi muda di
Keadaan sudah berubah dan hubungan Indonesia dengan Belanda sudah semakin baik dan bangsa Belanda sudah menjadi sahabat bangsa Indonesia, apalagi masyarakat Belanda telah membantu ketika Indonesia sedang dalam keadaan sulit. Namun tentunya kita tidak perlu meninggalkan prinsip kita sendiri terhadap kolonialisme. Persahabatan adalah persahabatan, sedangkan prinsip adalah tetap prinsip. Kehadiran Belanda di bumi
*Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda